Rabu, 28 Desember 2016

SALT AND LAKE, REFLECTION OF MODERN LIFE COMMUNITY

There is a wise old man whose life has been more than 100 years. The old man was very famous discretion in that area until all parts of the country. Although he was very old, but he remained healthy and fit.

One morning the old man coming of youth. The young man was very upset and wanted to ask for medicines over the sadness. .

"Please, I am in very deep sorrow. If not helped, maybe tomorrow I will die "the boy said.

"What happened to my son, please tell all your life burden" said the wise old man. .

The young man tells at length about the burdens of life that he experienced. Once in a while the old man nodded his head as he listened intently. .

"My lads who are very poor, since childhood I've left my parents and live alone. I do not have anyone, and to eat must work hard, if I am sick, nobody helped me "the boy said while lamenting the sadness. .

He also tells about the hard life in the city. Throughout the day he always become the playthings of evil people. There was no time to relax, even the bad guys are forcing him to commit crimes. In essence, the weight of suffering she experienced and the young man admitted that he had no more power. .

After a satisfying story, the old man take him to his very simple, it is on the edge of a steep cliff. Below the cliff there are beautiful views, until the young man was amazed by the natural beauty. .

"Look what I bring this?" Said the old man.

"That's salt. What's wrong with that salt? "Asked the young man pitched wonder.

The old man then took a glass of boiled water, and salt he bubuhi in glass of water. .

"Drink and tell me how it feels" says the old man.

Then the young man drank the water that has been laced with salt. Perhaps the young man thought, this water medication grief that he did not want to linger for a drink. .

"Salty water once, I am not strong taste. Too foreign "lamented the young man. .

The old man smiled slightly and see the reaction of the young man took her out of the house. Both go hand in hand as she continued to talk amid sunyinya forest. Once in a while the young man was telling me how salty water until he nearly vomited made. .

"Let's see, what is there in front of our" Ask the old man.

"Lake. What's wrong with the pond? Do I have to swim to the lake? "Asked the young man with a tone of wonder. .

"Look at the lake, because this drug was sadness that I mean" said the old man again. .

Pensive young man, is it true that the lake is a drug sadness? Absurd, thought the young man again. He saw the old man took something and that something is the salt that he had brought from home. The old man then sprinkle the salt lake is quite extensive and very clear watery. .

"Feel the lake water, tell what it feels like" said the old man again. .

The young man immediately comply with the request of parents that are very well-known honesty. And the young man patiently obey whatever the old man said. .

"The water in this lake it feels fresh, even totally unaffected by salt that Mr. sprinkle just now, when the salt is already quite a lot" said the young man. .

The old man smiled with satisfaction because the youth had started to get inspiration what the purpose of sowing salt into the lake earlier.

VERSI INDONESIA

Ada seorang tua bijak yang hidupnya sudah lebih dari 100 tahun. Orang tua itu sangat terkenal kebijaksanaannya di daerah itu hingga ke pelosok negeri. Kendati usianya sudah sangat tua, namun ia tetap sehat dan bugar.

Suatu pagi orang tua itu kedatangan pemuda. Pemuda itu sangat sedih dan ingin meminta obat atas kesedihan itu. .

“Tolonglah, saya dalam kesedihan yang sangat dalam. Jika tidak dibantu, mungkin besok saya akan mati” ujar pemuda itu.

“Apa yang terjadi Nak, tolong ceritakan semua beban hidup kamu” ujar orang tua bijak itu. .

Pemuda itu menceritakan secara panjang lebar tentang beban hidup yang ia alami. Sekali-sekali orang tua itu menganggukkan kepala sambil mendengarkan dengan serius. .

“Saya pemuda yang sangat malang, sejak kecil saya sudah ditinggal kedua orang tua saya dan hidup sebatang kara. Saya tak punya siapa-siapa, dan untuk makan harus bekerja keras, jika saya sakit maka tak ada seorang pun yang membantu saya” ujar pemuda itu sambil meratapi kesedihan. .

Ia juga bercerita tentang hidup yang keras di kota. Sepanjang hari ia selalu jadi bulan-bulanan orang jahat. Tak ada waktu untuk bersantai, bahkan orang jahat itu memaksa dirinya untuk melakukan berbagai tindak kejahatan. Intinya, berat sekali penderitaan yang ia alami itu dan pemuda itu mengaku sudah tidak kuat lagi. .

Setelah puas bercerita, orang tua itu mengajak pemuda ke rumahnya yang sangat sederhana, letaknya di tepi tebing yang terjal. Dibawah tebing itu ada pemandangan yang sangat indah, hingga pemuda itu takjub dengan keindahan alam tersebut. .

“ Coba lihat apa yang saya bawa ini?” ujar orang tua itu.

“ Itu garam. Ada apa dengan garam itu?” Tanya pemuda itu bernada heran.

Orang tua itu lalu mengambil sebuah gelas yang berisi air putih matang, lalu garam itu ia bubuhi di gelas yang berisi air tersebut. .

“Minumlah dan katakan bagaimana rasanya” ujar orang tua itu.

Maka pemuda itu meminum air tersebut yang sudah dibubuhi garam. Mungkin pemikiran pemuda itu, air ini obat kesedihannya hingga ia tak mau berlama-lama untuk meminum. .

“Asin sekali air ini, saya tidak kuat rasanya. Terlalu asing” keluh pemuda itu. .

Orang tua itu sedikit tersenyum melihat reaksi pemuda itu dan mengajaknya ke luar rumah. Keduanya berjalan beriringan sambil terus bercerita ditengah sunyinya hutan. Sekali-sekali pemuda itu masih menceritakan betapa asinnya air itu hingga ia hampir muntah dibuatnya. .

“Coba lihat, apa yang ada didepan kita” Tanya orang tua itu.

“Telaga. Ada apa dengan telaga itu? Apakah saya harus berenang ke telaga itu?” Tanya pemuda dengan nada heran. .

“ Coba perhatikan telaga itu, karena inilah obat kesedihan yang saya maksud tadi” ujar orang tua itu lagi. .

Pemuda itu termenung, benarkah telaga adalah obat kesedihan itu? Tak masuk akal, pikir pemuda itu lagi. Ia melihat orang tua itu mengambil sesuatu dan sesuatu itu adalah garam yang ia bawa dari rumah. Orang tua itu lalu menaburinya garam itu ke telaga yang cukup luas dan berair sangat jernih. .

“Coba rasakan air telaga ini, katakan bagaimana rasanya” ujar orang tua itu lagi. .

Pemuda itu langsung menuruti permintaan orang tua itu yang sangat terkenal kejujurannya. Dan pemuda itu dengan sabar menuruti apapun yang orang tua itu katakan. .

“Air di telaga ini rasanya segar, bahkan sama sekali tidak terpengaruh oleh garam yang Bapak taburkan barusan, padahal garamnya sudah cukup banyak” papar pemuda itu. .

Orang tua itu tersenyum puas karena pemuda itu sudah mulai mendapatkan inspirasinya apa maksud dari menabur garam ke telaga tadi. .

“Garam itu seperti masalah hidup. Jika garam itu kita tabur ke sebuah cangkir maka airnya akan sangat asin. Namun jika kita tabur garam itu ke telaga maka rasa asin itu akan ternetralisasi dengan banyaknya air yang ada di telaga ini” papar orang tua itu yang mulai menjelaskan mengapa ia mengajak ke telaga yang luas itu. .

Orang tua itu mulai memaparkan apa isi pesan moral dari kegiatan yang dilakukan itu, bahwa ketika kita memiliki hati yang kecil, itu sama saja kita memiliki cangkir kecil, dan ketika masalah itu datang, maka sekecil apapun masalah itu akan terasa asinnya. Namun jika hati kita seluas telaga, maka masalah apapun yang datang pada diri kita, tak akan mempengaruhi perasaan kita terhadap masalah itu. .

“Jadi, jika kita ingin bahagia di dunia ini, maka lapangkan dada anda seluas telaga ini, jika itu anda lakukan maka masalah apapun yang datang dalam hidup ini, tak akan ada rasanya, dan anda tetap bisa menikmati hidup ini seperti menikmati air telaga yang segar” ujar orang tua bijak itu. .

Pemuda itu senang bukan kepalang dengan pelajaran yang diberikan oleh kedua orang tua itu. Ia makin sadar bahwa selama ini ia tidak mau melapangkan hati hingga sekecil apapun masalah yang datang, rasanya sangat menyakitkan. .

Setelah mendapat begitu banyak pencerahan, pemuda itu pamit dan berjanji akan selalu melapangkan dada serta hati dengan cara banyak belajar dari orang bijak, membaca buku serta belajar dari masa lalu. Mari kita lapangkan dada dan hati kita seluas mungkin, agar apapun masalah yang datang tak akan membuat hidup kita bimbang, resah dan gelisah. Bicara hati, pilihlah telaga bukan sebuah cangkir. .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar